Wedding Dress


Title: Wedding Dress

Character: Lee Chaerin (2ne1), Lee Joon (MBLAQ), Park Yoochun (TVXQ/JYJ)

Summary: I should be your lady but it’s too late. 

Author notes: Err, iya, mungkin banyak yang bingung kenapa aku bikin ff ini. Sebenarnya ini ff buat lomba tapi kayaknya aku lebih memilih utk ff yang satu lagi jadinya ff ini aku putuskan untuk dipublish aja sekaligus untuk meramaikan kembali ini wp yang sudah sepi banget ^^a

WARN: DON’T LIKE DON’T READ! STRAIGHT COUPLE 🙂 

Lee Chaerin adalah seorang gadis berambut pirang yang tengah duduk di depan meja rias. Dirinya kini sudah terdandan dengan rapi dan mengenakan gaun pengantin yang terlihat memeluk tubuhnya dengan baik. Rambut pirangnya yang panjang disanggul yang akan ditutupi oleh kerudung putihnya nanti. Dia menghela nafas panjang, kedua tangannya terlipat, seolah sedang berdoa. Perlahan dia menaikkan tangannya dan melihat jari manis yang kosong yang sebentar lagi akan terpasang cincin, tanda bahwa dia akan menghabiskan waktu dengan orang yang telah dipilihnya, orang yang dicintainya.

-x-

Wedding Dress

weddingdress

by eL-ch4n

-x-

20 tahun yang lalu…

Chaerin kecil sedang berdiri di taman mengamati anak-anak seusianya sedang asyik bermain ayunan dan lainnya. Sudah beberapa kali dia diajak oleh teman-temannya untuk bergabung, tapi dia menolaknya sampai akhirnya mereka malas untuk mengajaknya dan membiarkannya begitu saja. Chaerin kecil saat itu memeluk erat boneka rilakkumanya dan melihat teman-temannya sedang bermain. Sebenarnya dia ingin ikut bergabung bersama mereka, tapi dia takut.

”Hei, kenapa kau tidak ikut bergabung?” Tiba-tiba seorang anak laki-laki bertopi menghampirinya. Terurai senyuman lebar di wajah anak laki-laki tersebut. Chaerin menatapnya, dia tahu bahwa anak di hadapannya adalah salah satu murid di kelas lain, tapi Chaerin jarang berbicara dengannya. Dengan takut, dia kembali menggelengkan kepalanya. ”Hei, kenapa?” tanya anak itu lagi dengan nada khawatir.

Pelukannya pada boneka rilakkumanya semakin erat dan dia membenamkan kepalanya ke atas kepala bonekanya. Anak laki-laki itu sedikit menundukkan kepalanya untuk mendengar Chaerin yang sedang berbisik, ”Nanti kuma kotor.”

Oh, barulah anak itu mengerti bahwa Chaerin takut bonekanya menjadi kotor. Dia tersenyum. Matanya segera mencari ke sekitar dan menemukan taplak meja yang sudah tak terpakai. Dia berlari meninggalkan Chaerin membuat anak gadis itu menjadi bingung. Chaerin melihat punggung pria yang sedang berlari menuju ke meja makan dan sedang menarik taplak dari bawah. Mata Chaerin masih tak bisa lepas dari anak pria itu dan dia menunggu saat pria itu datang dengan membawa taplak meja putih ke arahnya. Sesaat, bagi Chaerin, pria itu tampak seperti ksatria berkuda putih, tapi tentu saja Chaerin tak akan memberitahukan ini padanya.

Anak laki-laki itu kemudian membantu melipat seluruh tubuh boneka Chaerin dengan taplak meja dan meletakkannya di kursi yang terletak di sana. ”Nah, dengan begini Kuma tak akan kotor,” seru anak laki-laki itu dengan semangat. Chaerin masih menatap anak itu dengan tanpa ekspresi. ”Ayo, kenapa lagi?” Dia menarik tangan Chaerin, tapi gadis itu masih tak beranjak dari tempatnya. Bingung dengan reaksi Chaerin, anak itu bertanya, ”Kenapa?”

”Rambutku terlalu panjang, kata anak-anak, aku mengganggu mereka,” ucap Chaerin perlahan.

Tersenyum karena mengerti masalah Chaerin, anak itu mengelus kepala Chaerin sebelum kemudian melepaskan topinya dan memasangkannya pada kepala Chaerin. Dia mengatur rambut Chaerin hingga semua masuk ke dalam topinya dan gadis itu sekarang terlihat seperti laki-laki. ”Nah, dengan begini semuanya beres. Oh ya, namaku Yoochun, Park Yoochun.”

Chaerin menatap uluran tangan Yoochun sesaat sebelum menyalaminya. ”Chaerin, namaku Lee Chaerin.”

Itu adalah pertemuan pertama dari si kecil Chaerin dan Yoochun. Pertemuan sederhana yang membawa mereka pada sebuah pertemanan dan perjalanan panjang.

-x-

Chaerin menatap boneka rilakkumanya yang sekarang tampak lusuh karena selalu dipeluknya setiap malam. Sebuah senyuman lembut terukir di wajahnya saat mengingat masa-masa kecilnya dulu. Ketukan di pintu kemudian menyadarkannya dan dia segera meletakkan bonekanya pada meja rias. Dia berdiri untuk melihat ibu dan adiknya berjalan masuk ke ruangan dengan senyuman bahagia yang tak bisa diuraikan dengan kata-kata begitu saja.

-x-

10 tahun lalu

10 tahun sudah semenjak pertemuan mereka sekaligus juga sudah 10 tahun Chaerin dan Yoochun berteman. Tak ada yang tahu bagaimana dua kepribadian yang cukup bertolak belakang ini bisa berteman. Di depan umum, Chaerin terlihat pendiam dan mempunyai kesan cool. Tak sedikit wanita yang mengagumi dirinya dan pria yang segan terhaap dirinya. Sementara Yoochun? Pria itu adalah matahari, selalu tersenyum dan bersikap ramah terhadap siapapun. Bahkan tak ada seorang pun yang tak pernah disapanya. Keduanya berjarak satu tahun, namun hal itu tidak menghambat keduanya, malah sebaliknya jarak tersebut dimanfaatkan untuk saling berbagi informasi.

”Kau harusnya melihat bagaimana wajah mereka saat aku bilang pie yang kubawa itu dibuat olehmu,” seru Yoochun.

Keduanya saat ini berada di kamar tidur Yoochun bermain playstation seperti biasa. Orang tua Yoochun bahkan sudah tahu jadwal kedatangan Chaerin karena ibunya sudah menyiapkan satu piring tambahan untuk dirinya. ”Memangnya kenapa?” tanya Chaerin sambil tetap memainkan joystick di tangannya dengan lincah.

Yoochun melempar punyanya ke lantai dan menatap Chaerin. ”Kau bercanda kan? Haha, mereka menganggapmu sebagai orang yang cool dan tak bersentuhan dengan dapur, jadi saat mereka tahu pie lezat itu buatanmu, tentu saja mereka tak percaya.”

Chaerin hanya terkekeh mendengarnya namun pandangannya tak pernah lepas dari layar televisi di hadapannya. ”Hei Chaerin,” panggil Yoochun perlahan. ”Hmm?” Chaerin menjawab dengan acuh karena perhatiannya masih tertuju pada permainannya.

”Kau suka sama seseorang?” tanya Yoochun.

Pertanyaan itu berhasil membuyarkan konsentrasi Chaerin hingga tertulis ’GAME OVER’ di layar karenanya. Dia menatap ke arah Yoochun dengan tampak terkejut. ”Partner, kau yakin kau tidak salah makan? Ada apa denganmu?”

Pria itu terlihat gugup sembari menggaruk lehernya, salah satu kebiasaan dari pria itu jika dia ingin menyampaikan sesuatu. ”Itu, aku,” Yoochun menatap Chaerin dengan ekspresi yang begitu serius.

Gulp.

Chaerin menelan ludah, menanti dengan dada yang entah kenapa berdebar dengan kencang. Setiap gerakan mulut Yoochun membuatnya terasa sesak dan tak bisa berhenti bernafas. Namun, detik berikutnya kalimat yang keluar dari mulut Yoochun seolah membuat dunianya hancur seketika.

”Aku rasa aku menyukai Sandara Park.”

-x-

”Chaerin, mama tidak menduga hari ini akan tiba secepat ini,” ucap ibu Chaerin dengan isak tangis. Pipinya terlihat basah karena air mata dan Chaerin dapat melihat bahwa itu adalah tangis kebahagiaan. Chaerin juga tak dapat lebih bahagia lagi dari dirinya. Dia segera memeluk ibunya dengan erat, menahan tangis karena sang ibu terus mengatakan agar tidak menghancurkan make up yang sudah dipakai di wajahnya.

”Selamat kakak,” ucap sang adik kepada dirinya. Chaerin tersenyum dan memeluk adiknya yang tak berjarak jauh dari dirinya. Sebuah pelukan hangat yang meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi.

-x-

8 tahun yang lalu…

Hubungan Sandara dan Yoochun bisa dikatakan berjalan mulus sejauh pengamatan Chaerin. Memang sekali dua kali, Yoochun datang kepadanya meminta saran mengenai apa yang harus dilakukannya terhadap Sandara. Satu hal yang disukai Chaerin, meski sudah mempunyai kekasih, Yoochun masih tetap memedulikannya. Walau Chaerin tahu bahwa akan ada saatnya waktu pertemuan mereka akan berkurang dan dia tak mau terus berada di masa lalu maka Chaerin juga mulai mengepakkan sayapnya.

Sekarang Chaerin lebih terkenal sebagai orang yang terbuka dan ramah, banyak yang dulu mengaguminya sekarang menjadi temannya dan berani menyapanya. Walau tidak sedikit juga yang merasa kecewa karena idolanya sudah berubah. Chaerin tidak peduli akan hal itu, yang terpenting adalah sekarang dia sudah mempunyai sahabat, tempat dia bersandar dan berbagi cerita.

”Hei, Chae, kau tidak sedang tertarik dengan seseorang?” Amber, salah satu sahabatnya menanyakan hal ini saat mereka sedang makan siang. Mereka di sini adalah empat serangkai yang cukup terkenal. Amber, sang kapten basket putri, Hara, ketua cheerleaders sekaligus paduan suara, Jihyo, ketua klub atletik, dan dirinya sendiri, Lee Chaerin, wakil ketua OSIS dan juga salah satu murid terpintar di sekolahnya.

”Hmm, tidak, kenapa?” jawab Chaerin dengan cepat. Dia sudah terbiasa dengan pertanyaan ini dan dia sudah menghafalkan jawabannya dengan baik. Tentu saja dia tak mungkin menceritakan bahwa satu-satunya orang yang menarik hatinya adalah orang yang bahkan sudah tak akan mau melihatnya lagi selain sebagai seorang sahabat bukan? Akan sangat memalukan dan menyakitkan.

Chaerin tidak mau mengingat berapa malam dia habiskan dengan bantalnya yang harus basah dengan air mata karena hal itu. ”Kau yakin Chaerin? Tidak seorangpun?” tanya Hara sekali lagi untuk memastikan.

”Tidak, haha, kenapa?” tanya Chaerin.

”Ya! Di sini rupanya kau, sini, kau harus ikut aku ke ruang rapat sekarang juga!” Sebuah suara yang sudah tak asing di telinga Chaerin terdengar. Makan siangnya terpaksa harus terhenti karena sekarang dia sudah ditarik oleh pemilik suara yang tak lain dan tak bukan adalah Lee Joon, ketua OSIS yang entah bagaimana bisa terpilih. Sampai sekarang Chaerin masih tak bisa mengerti bagaimana playboy dan orang serampangan seperti Joon bisa terpilih. Mungkin faktor keberuntungan atau faktor nama, yah intinya Chaerin harus menjadi ’budak’ dari pria itu karena Joon biasa melemparkan semua pekerjaan kepada dirinya.

Contohnya seperti sekarang ini, dia harus memastikan proposal untuk kegiatan festival sekolah selesai siang ini. Joon sendiri sedang keluar dan meninggalkan dirinya untuk mengerjakan semuanya. Bagus. Kalau begini bukankah lebih baik dia saja yang menjadi ketua OSIS daripada Joon?

Pintu ruang rapat yang terbuka memperlihatkan sosok Joon yang tersenyum memasuki ruangan. Chaerin hanya bisa menghela nafas dan kembali mengetik proposal secepatnya. Saat Joon telah melewatinya dia menyadari ada bungkusan di hadapannya. Penasaran, Chaerin mengambilnya dengan hati-hati. Dilihatnya sebuah kotak makan siang yang masih baru dan belum tersentuh. ”Makanlah, kamu lapar kan? Aku juga menarikmu dari makan siangmu, jadi anggap saja aku mengganti makanan yang sudah kau pesan tadi,” ucap Joon dengan senyuman lembut yang tak pernah ditunjukkan padanya sebelumnya.

”Kau baik-baik saja kan? Kau tidak meracuni makananku bukan?” tanya Chaerin dengan nada bercanda.

Joon berpura-pura memegang dadanya. ”Oh, aku terluka. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu, kau tahu, sudahlah, makan dulu, aku akan menyelesaikan sisanya kalau begitu.” Siang itu, untuk pertama kalinya, Chaerin menyadari alasan kenapa orang-orang memilih Joon. Di balik sifatnya yang suka seenaknya, pria itu memikirkan segalanya dengan matang.  Dia hanya tak ingin menunjukkan keseriusannya karena baginya itu akan terlihat susah diraih. Lagipula, di saat yang lain sedang panik, butuh seseorang yang terlihat santai untuk menenangkan suasana bukan? Dan Joon memegang peranan itu.

-x-

Ketukan pintu menghentikan acara reuni keluarga kecil-kecilan mereka. Chaerin kemudian menatap ketiga sahabatnya yang tampak mempesona sedang berdiri di hadapannya. Hara dan Jihyo memakai gaun berwarna pastel sementara Amber memilih untuk tetap mengenakan kemeja. ”Ya ampun Amber, kau seharusnya memakai gaun, bukan kemeja seperti pria,” canda Chaerin.

Well, yeah, I like to be different,” jawab Amber dengan santai. Chaerin hanya tertawa. Dia sudah tahu sifat sahabatnya itu dengan baik. Ibu dan kakaknya kemudian memutuskan untuk keluar dan membereskan acara sekaligus membiarkan para sahabat itu melepas rindu untuk sesaat.

-x-

5 tahun yang lalu

Sudah lama sekali Chaerin tidak pernah pergi ke kafe berdua bersama dengan Yoochun karena biasanya sahabatnya itu akan segera menjemput Sandara dari tempat kerja wanita itu. Maka dia memanfaatkan hari ini dengan sebaik-baiknya. Rasanya tidak terduga bahwa sudah 5 tahun Yoochun berpacaran dengan Sandara walau kata Yoochun, mereka sempat break selama 1 tahun karena Sandara harus fokus dengan studinya.

”Chaerin, jadi kau sudah menemukan orang yang kau suka?” tanya Yoochun dengan santai.

Ingin sekali Chaerin menjawab, ”Tidak ada karena orang itu adalah kau,” tapi dia memilih untuk menggelengkan kepalanya.

”Oh sayang sekali, padahal banyak yang mengincarmu lho, kau tinggal pilih salah satu. Memangnya syaratmu seperti apa?” canda Yoochun.

”Tidak susah, hanya harus bisa mengerti diriku dan bisa membuatku tersenyum tanpa dia ketahui,” balas Chaerin sembari memotong kuenya.

Yoochun menggelengkan kepalanya saat mendengarkan hal itu. ”Kau ini, tidak berubah, selalu seperti itu.”

”Bagaimana hubunganmu dengan Dara?” Chaerin bersumpah bahwa dia sebenarnya tidak ingin tahu, namun rasa penasarannya menang hingga pertanyaan itu terlontar. Namun yang tidak dia duga adalah respon Yoochun. Pria itu hening sebelum tersenyum dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja yang Chaerin tahu adalah bohong. Ingin bertanya, tapi dering ponsel Yoochun yang berbunyi membuyarkan semuanya. Pria itu minta pamit terlebih dahulu karena harus menjemput Sandara dan Chaerin hanya bisa tersenyum.

Hari itu, hujan turun perlahan seolah ingin menemani dirinya. Keluar dari kafe tanpa payung membuat Chaerin berteduh di depan kafe untuk beberapa saat sebelum berjalan perlahan. Matanya tertutup sembari menikmati curah hujan yang menyentuh wajahnya. Saat tetes air tak menyentuhnya, perlahan matanya terbuka dan menemukan sebuah payung berada di atasnya. Dirinya kemudian berbalik dan menemukan Joon, ketua OSIS yang hampir 2 tahun tak berhubungan dengan dirinya berdiri di sana. ”Kosanmu di mana? Sini aku antarkan,” ucap Joon dengan senyuman tulus yang 3 tahun lalu pernah ditujukan kepadanya.

-x-

Kali ini Chaerin ditinggal sendirian untuk mempersiapkan dirinya. Sesungguhnya Chaerin sudah merasa dia sangat siap dan akan lebih baik dia melakukan ini dengan segera sebelum ketakutannya kembali menjalar di dalam tubuhnya. Ketukan pintu pada ruang riasnya membuat dia kembali berdiri dan kemudian berhadapan dengan Sandara, gadis mungil berambut hitam yang tersenyum lembut ke arahnya. ”Kau cantik sekali, Chaerin-ah!” serunya.

Chaerin tersenyum dan membalas pelukan yang diberikan gadis itu kepada dirinya. ”Aku yakin Yoochun pasti akan sangat bahagia melihatmu,” ucap Sandara dengan senyuman namun Chaerin tahu bahwa ada kesedihan yang tersembunyi di baliknya.

-x-

1 tahun yang lalu…

Chaerin masih dapat mengingat seolah semuanya baru terjadi kemarin saat surat putih itu terkirim ke rumahnya. Surat dari sahabat baiknya yang pergi ke New York untuk melanjutkan studinya. Chaerin hanya bisa mengejek sahabatnya yang masih mau menggunakan surat walau teknologi sudah berkembang pesat seperti ini. Namun sekarang Chaerin bersyukur sahabatnya mengirimkan surat sehingga dia bisa menyimpannya dan merasakan bagaimana perasaan sahabatnya saat menulis surat itu.

-x-

”Chaerin.” Panggilan dari ibu Chaerin kemudian membuat dua wanita yang sedang bertatapan itu berhenti. Chaerin segera mengusap air mata yang masih tersisa di wajahnya begitu pula dengan Sandara. Ibunya menghampiri sang mempelai wanita. ”Aduh, mempelai wanita tak boleh menangis, kasihan make up-mu,” ucap ibunya dengan ceria.

”Aku rasa aku akan kembali ke sana, sekali lagi selamat Chaerin, kau terlihat cantik,” ucap Sandara. Chaerin mengangguk ke arah gadis mungil itu dan menatap ibunya dengan senyuman.

Ibunya membalas senyuman itu sembari merapikan make up Chaerin. Dia menyuruh putrinya itu untuk duduk dan memasangkan kerudung pengantin yang akan dia kenakan. Kemudian dia memberikan sebuket bunga mawar putih ke arah Chaerin. Mata sang ibu dibasahi oleh air mata dan dia mengecup pipi putrinya dengan lembut untuk sesaaat. ”Ayo, yang lain sudah menunggu.” Chaerin mengangguk.

-x-

Tema gereja, bunga, hiasan, semua tampak persis seperti yang pernah diimpikannya. Saat tangannya menggandeng tangan ayahnya dan melihat senyuman yang tampak di wajah sang ayah, Chaerin merasa bahwa dia telah melakukan hal yang tepat. Bahwa ini adalah hal yang dibutuhkannya. Dapat dilihatnya bagaimana mata sang ayah, meski terlihat lelah, masih merasa bangga dan bahagia terhadap dirinya dan bagi Chaerin itu cukup. Dia tersenyum terhadap ayahnya dan kemudian keduanya berjalan menuju altar, menuju ke pasangan hidupnya. Orang yang dicintainya, orang yang dipilihnya untuk menjalani sisa hidupnya bersama.

Chaerin dapat melihat adanya peringatan di balik tatapan ayahnya pada sang mempelai pria yang dibalas dengan senyuman dari calon suaminya itu. Dia kemudian menjawab uluran tangan di hadapannya dan tersenyum kepada calon suaminya, orang yang akan membahagiakannya dan mengerti dirinya.

”Apakah kau, Lee Joon menerima Lee Chaerin sebagai istrimu dalam duka maupun suka, dalam susah maupun senang, dalam keadaan sakit maupun sehat. Dalam segala hal yang terjadi dalam kehidupan yang akan menanti kalian?”

Joon menatap Chaerin dengan lembut sebelum dia kemudian mengangguk kepada sang pendeta, ”Saya bersedia.” Pertanyaan yang sama kemudian terlontar kepada Chaerin dan dijawab dengan kalimat yang sama.

Pendeta pun mengizinkan sang mempelai pria untuk mencium sang mempelai wanita. Saat kedua mata mereka saling bertemu, Chaerin tahu dan yakin bahwa Joon adalah orangnya, orang yang akan membahagiakannya. Saat bibir keduanya menempel sesaat, Chaerin tak bisa menahan tangis untuk kebahagiannya dan juga untuk seseorang yang menyimpan satu tempat di hati kecilnya. Sebuah tempat yang tak akan bisa tergantikan.

-x-

Dear Chaerinku tersayang, mungkin saat surat ini sudah sampai ke tanganmu, aku sudah tiada. Sejak kecil aku menderita penyakit, entah apa namanya, aku tak peduli karena aku tahu penyakit itu akan membunuhku perlahan. Kedua orang tuaku sudah berusaha untuk menyembuhkannya selama hidupku. Kepergianku ke New York bukan untuk menyelesaikan studiku, iya kau benar menebaknya, tapi untuk menyembuhkan penyakitku.

Aku sudah berpesan pada Yoohwan untuk mengirimkan surat ini jika terjadi sesuatu padaku karena aku perlu mengabarkan hal ini padamu.

Chaerin, kau ingat 9 tahun yang lalu saat aku menanyakan apa ada seseorang yang kau sukai dan aku menjawab bahwa aku sedang menyukai Sandara?

Iya, saat itu aku memang menyukai Sandara, tapi aku yang masih kecil tidak tahu, bahwa aku terlalu naif. Aku menyukai Sandara, tapi aku tak mencintainya.

Itu yang menyebabkan hubungan kita sempat putus selama 1 tahun. Sebenarnya bukan karena studi Dara saja, tapi karena kami – aku – membutuhkannya.

Menghabiskan waktu itu di kafe sejenak membuatku kemudian sadar bahwa aku telah telat dan melakukan hal yang bodoh.

Waktu sudah tak bisa kembali ya? Dan temanmu ini memang orang paling bodoh yang ada.

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, tanganku sudah tak kuat untuk menulis dan sepertinya mataku sudah tak sanggup untuk terbuka lagi.

Kurasa aku akan mengakhiri suratku dengan elit seperti diriku.

Ha, aku tahu ini pasti akan membuatmu tertawa.

Chaerin, tersenyumlah. Aku baru sadar bahwa sejak dulu aku sudah hanyut pada senyumanmu.

Aku menyukai Dara, tapi Chaerin, aku mencintaimu.

Saranghae.

Your Micky Mouse

-x-

Cause I should be your lady, but it’s too late.

And now he’s gone forever.

-x-

The End

-x-

 AN:

Jangan bunuh saya D:

Sudah lama banget saya gak nulis jadi ini mungkin hasilnya gak bagus dan hancur banget ;~; /kabur/ 

Gak bisa banyak ngomong dulu :’D saya sedang mencari ilham yang terbuang soalnya /plak/ hehe, ya, anyway, mind to comment? 🙂

xoxo

_Verzeihen

 

3 responses to “Wedding Dress

  1. hyaaa…eL comeback \^^/
    bagus kok critanya, so sad TT
    smoga cepet ketemu sama ilhamnya ya, hihi..
    ditunggu next ff nya~~
    fighting ^^)9

  2. Angsty…. bener mncekikku sebagai reader!!
    Chae Joon berbahagialah kalian~~
    Yuchun-ah terima deh peran ngenesmu… *dibantai*
    Gud job authornim ❤

Leave a reply to leesayz Cancel reply