Chapter 12: Who is Jung Yonghwa?

Title: Broken Dolll

Rated : M

Couple : Sibum, Yunjae, Haehyuk, Se7min, Hanchul

Genre : Romance/Drama

Warning:

NC. Smut. BDSM. Rape. PWP. BoyxBoy. Mpreg.

Slut!Sungmin.

Don’t Like Don’t Read!

Prologue | Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 | Chapter 5 | Chapter 6 | Chapter 7 | Chapter 8 | Chapter 9 | Chapter 10 | Chapter 11

.

.

”Yonghwa-shi, gwenchana?” tanya Na Si saat dia menyadari ada yang aneh dengan perilaku tuannya.

Sementara yang ditanya hanya mengangkat tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang keningnya diiringi erangan kesakitan yang keluar dari mulutnya. ”Gwenchana, kau boleh pergi Na Si,” gumam Yonghwa kepada yeojya berkacamata itu. Meskipun sedikit ragu untuk meninggalkan tuannya, Na Si akhirnya mengangguk dan meninggalkan ruangan itu untuk kembali melaksanakan tugasnya.

Ruangan itu kembali kosong dan suara deru nafas Yonghwa semakin menggema di ruangan. ”Sepertinya anak kita sudah semakin besar, ne, Seohyun-ah?” bisiknya pelan entah kepada siapa.

Tangan kanannya kemudian menarik laci mejanya keluar dan mengambil selembar foto dari sana. Foto yang menampakkan wajahnya dengan sang istri, Jung Seohyun, yang waktu itu tengah mengandung. Keduanya tengah tersenyum lebar, memancarkan kebahagiaan di wajahnya.

Perlahan Yonghwa melepaskan tangan kirinya dan menggunakan itu untuk meraba wajah Seohyun yang terdapat di dalam foto. Berharap dengan demikian, dia masih bisa merasakan hangat dan halusnya wajah itu kembali. Hatinya begitu sedih saat mengetahui bahwa itu tak lebih dari sebuah angan-angan belaka.

Ekspresinya terlihat pilu dan kesepian. Seolah tak adalagi yang bisa menemani dirinya di sana. Helaan nafas kemudian terdengar dari dirinya. Dia harus bertindak cepat, dia tahu hal itu, tapi dia tidak tahu apakah semuanya akan sesuai dengan rencananya atau tidak.

Dia adalah Jung Yonghwa, namja yang dicari oleh semuanya. Namja sang pemegang kunci.

.

.

Broken Doll

”Who is Jung Yonghwa?”

by eL-ch4n

15.07.2012

.

.

“Hae-ya, gwenchana?” tanya Eunhyuk kepada master-nya yang tiba-tiba saja mengerang kesakitan.

Donghae yang berada di ruang tamu dengan Siwon mendadak memegang kepalanya, mengerang kesakitan. Namja itu tertunduk sebentar mengatur nafasnya yang semakin kacau. Dia tak mengindahkan pertanyaan Eunhyuk maupun tatapan penuh tanya dari Siwon dan Daesung yang berada di ruangan itu bersamanya.

Saat Daesung hendak menghampirinya, Donghae mengangkat tangannya tanda bahwa dia baik-baik saja. ”Biarkan aku,” ujarnya dengan datar.

”Pak tua brengsek, tak akan kubiarkan kau mengambil tubuhku,” desisnya pelan hingga tak ada yang dapat mendengar apa yang dia bicarakan.

Suasana di ruangan itu kembali hening. Hanya terdengar hembusan nafas yang berasal dari Sang Perdana Menteri. Mereka berada pada posisinya, tak ada yang bergerak sampai akhirnya Donghae berdiri menuju ke kamarnya dan meninggalkan yang lain.

Pintu kamarnya dia banting dengan kasar membuat Eunhyuk terperanjat kaget. Daesung dan Siwon saling bertatapan untuk mencari tahu, tetapi sayangnya keduanya juga tak mengerti apa yang sedang terjadi. Eunhyuk menatap sedih ke arah pintu kamarnya dan sang master.

Tatapan itu semakin sendu saat mendengar suara teriakan Donghae diiringi dengan suara barang pecah dari kamar.

Satu kalimat tertangkap oleh indera pendengaran ketiga namja yang berada di luar. Kalimat yang berkata, ”Ini tubuhku, brengsek!”

”Sepertinya kau harus menenangkan master-mu, Eunhyuk,” tegur Siwon dengan ramah.

Namja berambut cokelat pirang itu mengangguk atas perkataan Siwon. Dia mengumpulkan segenap keberaniannya untuk masuk ke dalam kamar tempat Donghae menghilang tadi. Eunhyuk tahu bahwa jika dia masuk maka dia harus mempersiapkan diri berhadapan dengan master-nya yang sepertinya penuh amarah. Jika master-nya marah, dia pasti akan dijadikan pelampiasan dan hanya tinggal tunggu waktu sampai dia benar-benar tidak akan bisa berjalan sepenuhnya.

Baru saja dia keluar dari kamar tadi untuk mengantarkan minuman untuk Donghae dan Siwon, sekarang dia sudah harus masuk ke dalamnya lagi. Ya, setelah dia terbangun, dia cukup kaget tak mendapati Donghae di sampingnya, tapi mendengar suara sang master di ruang tamu, hatinya kembali lega. Dia kemudian menuju ke dapur dan mengambilkan minuman untuk Donghae dan sepupunya.

Siwon hanya menatap nanar ke arah tubuh rapuh Eunhyuk saat namja itu memutuskan untuk menyusul Donghae. Tahu tentang sifat sepupunya, Siwon memberi satu tepukan semangat di pundak Eunhyuk yang hanya dijawab dengan anggukan lemah. Setelah ruangan itu tinggal dirinya dan Daesung, Siwon kemudian menatap namja yang lebih muda darinya itu.

”Sebenarnya apa yang sedang direncanakan YG?” tanya Siwon sembari menatap namja dengan mata sipit itu.

Daesung hanya tersenyum lebar. ”Boleh jujur?” Siwon tak menjawab, tapi Daesung tahu apa yang menjadi jawaban sang zenith. ”Aku – kami – juga tidak tahu. Mungkin untuk membantu putranya atau untuk hal lain, kami tak mengerti.”

”Tunggu,” seru Siwon sembari mengangkat tangannya. ”Kau bilang putra? YG mempunyai seorang putra?’

”Kenapa?” tanya Daesung secara retoris. ”Seorang Lee Soo Man saja mempunyai putra, apa yang membuatmu berpikir bahwa YG tidak boleh memiliki anak?”

Siwon terdiam dan hanya menatap Daesung. Tampak dari wajahnya bahwa sang zenith sedang berpikir. Ketika akhirnya dia menemukan kepingan puzzle yang tepat, dengan berat hati dia bertanya. ”Tolong katakan bahwa anak dari Soo Man bukanlah Yunho dan putra YG yang dimaksud dirimu itu adalah Se7en.” Siwon berharap bahwa pemikirannya salah, tetapi melihat senyuman lebar di wajah Daesung, dia dapat menebak semuanya.

”Yah, walau sebenarnya U-know adalah anak Soo Man.” Melihat wajah kaget Siwon, Daesung kembali melanjutkan perkataannya. ”Ne, Yunho adalah bagian lain dari diri U-know yang tercipta.”

Mengangguk tanda dia mengerti. Hening sejenak untuk memasukkan semua informasi yang ada sampai akhirnya Daesung kembali berkata, ”Ah ya, hampir saja lupa. YG juga mempunyai seorang putri.”

Dan satu pernyataan itu cukup membuat Siwon merasa beruntung dia menjadi seorang zenith atau dia hanya bisa termangu tak mengerti apa yang diimplikasikan oleh Daesung.

˜™.

.

Presiden Amerika itu bergerak dengan perlahan di kamar yang baru saja dia tinggalkan tadi. Dia menutup pintu dengan hati-hati agar tak menimbulkan suara. Langkah kakinya tak terdengar seolah dia sudah terlatih untuk hal itu. Dia menghentikan langkahnya tepat di samping tempat tidur yang di atasnya terbaring Kyuhyun yang tengah tertidur.

Tatapannya yang lembut menelusuri struktur wajah Kyuhyun cukup lama sampai orbs karamel itu terbuka. Se7en tidak kaget sedikitpun seperti dia sudah menduga akan hal itu. Sebaliknya, dia hanya tersenyum dan memutar badannya untuk berjalan ke atas meja yang terdapat sebuah termos berisi minuman.

”Kau tidak mengejarnya?” tanya Kyuhyun dengan suara yang sedikit serak karena habis tidur.

Se7en tak menjawab, dia hanya menuangkan minuman yang berada di dalam termos ke dalam cangkir yang terdapat di sampingnya. Tangan kanannya memegang piring yang di atasnya terdapat cangkir dengan hati-hati. Dia membawanya dan menyerahkan cangkir tersebut ke tangan Kyuhyun yang sedari tadi pertanyaannya diabaikan oleh Sang Presiden. ”Perlukah aku mengejarnya?” tanya Se7en dengan sebuah senyuman tipis yang menyimpan sejuta emosi kesedihan di baliknya.

Kyuhyun tak menjawab. Dia memutuskan untuk menatap ke arah cangkir yang ternyata berisi cokelat hangat. Perlahan dia meneguk cokelat hangat tersebut dan mengabaikan tatapan Se7en terhadapnya. ”Bagaimana menurutmu, Kyuhyun atau harus kupanggil, Yonghwa?”

Gerakan Kyuhyun terhenti. Dia menjauhkan cangkir dari mulutnya dan memutar kepalanya untuk menatap ke arah Se7en. Sebuah senyuman atau seringaian terpasang di wajahnya. ”Kau tahu?”

”Tidak perlu otak seperti zenith untuk mengetahui mengenai hal ini, Yonghwa,” jawab Se7en dengan santai. Dia mengangkat kedua bahunya dengan rileks. Gerakannya yang berikutnya, Se7en mengambil posisi untuk duduk di atas kursi yang terdapat di samping tempat tidur Kyuhyun.

Kyuhyun – atau Yonghwa yang berada di dalamnya – memutuskan untuk menatap Se7en cukup lama. Dia mengawasi dan mencoba untuk bisa menembus masuk ke dalam pikiran namja itu. ”Aku tak mengerti dirimu sebenarnya, Se7en,” gumam Yonghwa dengan suara Kyuhyun. ”Kau bisa mendapat kesempatan untuk menjadi zenith, tapi kenapa kau tolak tawaran itu?”

”Dan kemudian harus dibinasakan oleh para callous? Tidak terima kasih, I like the way I am right now,” jawab Se7en dengan santai. Dari gaya bicara mereka, tak dapat dipercaya bahwa yang sedang mereka bicarakan saat ini adalah sebuah hal yang serius. ”Lagipula, kalau aku terbunuh oleh para callous, siapa yang akan membantumu Yonghwa?” tanyanya lagi dengan nada santai. Tak terlihat sedikit pun raut keanehan di wajahnya.

Yonghwa yang berada di dalam tubuh Kyuhyun (untuk berikutnya dia akan terus dipanggil Yonghwa agar lebih mudah) hanya terkekeh pelan. ”Well, aku bisa menyuruh Donghae untuk membantuku, atau mungkin Siwon?”

Se7en tertawa, benar-benar sebuah tawa lepas, meski jika didengar secara seksama ada sindiran yang tersembunyi di baliknya. ”Donghae? Yang ada kau malah dibunuh saat bertemu dengan dirinya,” kata Se7en dengan ringan. Namja mungil yang tengah terbaring itu tersenyum tipis, namun Se7en tahu bahwa itu adalah sebuah senyuman yang dipaksakan. ”Jadi, aku asumsikan dia masih menolakmu?”

Tawa renyah terdengar dari mulut kecil milik Kyuhyun. ”Well, dia bahkan mengatakan aku adalah pak tua, bisa bayangkan itu?”

Kali ini Se7en menatap serius ke arah Yonghwa. Sebenarnya itu tak lebih hanya dari sebuah sandiwara karena yang dia lihat hanyalah tubuh Kyuhyun. ”Yah, kalau di mataku yang masih muda ini, kau memang sudah tua, meski wajahmu masih muda,” canda Se7en yang disusuli oleh gelak tawa dari Yonghwa.

”Aku masih muda tahu!” seru Yonghwa.

Akhirnya setelah berhasil menenangkan tawanya, Se7en kemudian menatap Yonghwa. ”Jadi? Apa yang ingin kau sampaikan padaku? Tidak mungkin hanya untuk melepaskan tawa saja bukan?”

Untuk pertanyaan ini, Yonghwa memasang raut muka yang serius (meskipun itu tampak terlihat imut mengingat dia berada di dalam tubuh Kyuhyun yang masih kecil). ”Menurutmu siapa yang akan menang?”

”Pertanyaan ini lagi,” gerutu Se7en. Namja itu mengacak-acak rambutnya entah karena kesal atau depresi. ”Menang atau kalah, apakah itu penting bagimu, huh? Pada akhirnya toh kau juga akan menghancurkan semuanya  dan meninggalkan dunia ini untuk menyusul Seohyun yang sangat kau cintai sampai sekarang.”

Mendengar nama Seohyun, raut wajah Yonghwa sedikit berubah. Tatapannya terlihat sendu, terlebih karena dia memakai tubuh Kyuhyun, sosoknya saat itu terlihat begitu rapuh. Seperti terbuat dari gelas yang bisa pecah jika tak hati-hati saat merawatnya. ”Bukankah itu yang kau inginkan?” tanya Se7en dengan perlahan. ”Me-reset ulang semuanya dan kembali pada Seohyun?”

Yonghwa memutar kepalanya untuk menatap Se7en. Tatapannya begitu menyedihkan, bagai luka nanar yang parah. ”Kenapa kau tahu begitu banyak, eh? Bahkan anakku saja tak tahu mengenai tujuanku.”

Se7en tertawa dengan ringan. ”Karena,” mulainya sembari menatap Yonghwa dengan tajam. ”Karena aku bukan Donghae, Yonghwa. Aku bukan Donghae yang memiliki dendam terhadap dirimu sehingga memiliki pandangan subjektif.”

Hening sesaat sampai Se7en kembali membuka suaranya. ”Dan aku juga bukan Donghae yang membenci dirimu karena kau memberikan darahmu pada dirinya sehingga sebagian dirimu berada di dalamnya.”

”Aku adalah Choi Dong Wook, Yonghwa, pelayan setiamu sejak dulu, sekarang, dan mungkin sampai kau pergi ke Surga menemui Seohyun.”

˜™.

.

Langit malam akhirnya telah berganti dengan cahaya mentari pagi yang menyejukkan hati. Udara yang dingin kemarin digantikan oleh hangatnya cahaya yang sekarang menyinari wajah sang namja manis yang tengah tertidur di atas ranjangnya. Cahaya yang menembus jendela yang tak memakai gorden menggelitik pelan wajahnya membuat dia akhirnya mengerang dan terbangun dari mimpinya.

Butuh waktu sepersekian detik bagi Kibum untuk menyadari bahwa dia akhirnya berada di kamarnya setelah sebelumnya memuaskan dirinya di kamar mandi seorang diri. Rasa malu seolah meluap hilang saat dia menyadari apa yang dia lakukan. Apa boleh buat? Nasi sudah menjadi bubur, untuk apa malu karena hal seperti itu? Bukankah semua juga memuaskan hasrat dan nafsu mereka dengan berbagai cara?

Posisinya menjadi siaga saat mendengar ada yang membuka pintu kamarnya. Dia mundur hingga punggungnya menyentuh sandaran ranjang. Helaan nafas lega keluar dari dirinya saat melihat sosok Dara yang tengah tersenyum sembari membawa nampan yang terdapat sarapannya. ”Selamat pagi, aku harap kau tidur nyenyak kemarin malam,” sapanya dengan ramah.

Kibum hanya mengangguk dan kemudian sedikit merilekskan dirinya. ”Jam berapa?” tanyanya dengan nada datar dan tanpa ekspresi.

Dara hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Dia meletakkan nampan tersebut di atas paha Kibum (lebih tepatnya melayang sehingga tidak menyentuh paha Kibum secara harafiah) sebelum mengecup kening Kibum dengan lembut seperti seorang ibu kepada anaknya. ”Makan dulu, ne?” gumam Dara dengan pelan, seolah mengabaikan pertanyaan Kibum tadi.

Tahu bahwa dia tak akan mendapat jawaban sebelum melakukan apa yang diperintahkan oleh yeojya itu, Kibum akhirnya menuruti perintah yeojya yang lebih tua darinya ini. Dara menatap ke arah Kibum dengan lengkungan indah terpasang di wajahnya. Rasanya begitu nyaman seolah melihat adiknya sendiri. Yah, walau Thunder memang adik kandungnya, tapi entahlah, melihat Kibum dia dapat merasakan sebuah emosi yang terjalin.

”Gomawo,” gumam Dara dengan suara yang kecil. Kibum menatap ke arah Dara untuk memastikan bahwa yeojya itu baru saja berbicara terhadap dirinya. Dan apa katanya tadi? Terima kasih? Terima kasih untuk apa?

”Untuk apa?” tanya Kibum yang sedang mengoleskan selai di atas roti tawarnya. ”Aku tak melakukan apa-apa.”

Senyuman kembali terukir di wajah cantik milik Dara. ”Karena kau menemukanku, Bummie-ah,” balas Dara dengan suaranya yang merdu.

Klang. Kibum meletakkan pisau yang terdapat selai strawberry itu ke atas piring. Hal itu karena dia selesai mengoleskan roti tawarnya. Dia kemudian mengunyah sarapannya dengan tenang seolah tak ada pembicaraan aneh di antara mereka. Sementara Dara? Yeojya itu masih setia mengawasi Kibum, mengamati garis wajah Kibum yang terlihat indah di matanya. ”Kau tahu, Bummie? Aku masih tak percaya kalau kau itu namja,” gumam Dara dengan nada bercanda.

Sang Neve hanya terdiam dan memutuskan untuk menikmati sarapannya. ”Aku tak menemukanmu, Dara,” ujarnya dengan pelan saat sudah tak adalagi makanan yang tersisa di atas nampan. ”Kau yang menemukanku.” Kibum memutar kepalanya agar menatap Dara. Kedua orbs bening itu saling menatap dengan emosi yang bergejolak.

Dara hanya tersenyum karena dia tahu apa arti dari pernyataan Kibum, tapi dia masih tidak bisa menutupi bahwa karena Kibumlah, dia masih bisa selamat. Karena Kibumlah, dia bisa berada di sini. Jika bukan karena namja yang ada di hadapannya sekarang, mungkin dia hanya tinggal nama di tangan namja yang dia cintai.

”Gomawo,” bisiknya. ”Gomawo, Bummie-ah.”

Kibum hanya menatap Dara dengan intens sebelum akhirnya tersenyum, sebuah senyuman lembut yang membuat siapapun dapat merasakan kehangatan yang dipancarkannya. ”Ne, noona,” jawabnya.

˜™.

.

Langit pagi hari terlihat begitu cerah. Warna biru yang terlihat membuat pemandangan tampak begitu menenangkan, tetapi saat dipadu dengan warna oranye, pemandangan itu terlihat lebih menyedihkan dari sebelumnya. Matahari perlahan sudah terlihat di ufuk Timur hingga akhirnya dia sudah naik sepenuhnya dan menyinari dunia.

Changmin kembali duduk di balkon tempatnya kemarin setelah menikmati sarapannya. Dia hanya menginginkan sebuah kedamaian yang menurutnya bisa dia dapatkan dari tempat ini. Matanya terlihat kosong, seolah tak ada kehidupan di sana. Pikirannya tampak melayang entah ke mana. Pandangannya mulai mengabur karena cairan yang mulai berkumpul di pelupuk matanya. ”Terkadang aku berpikir apakah lebih baik aku tidak bertemu dengan Shichi?” gumamnya pelan sehingga hanya angin yang bisa mendengarnya.

Suara dehaman dari sebelah kanannya membuat Changmin tersentak kaget. Badannya sedikit mundur hingga menyentuh sandaran kursi. Mendengar kekehan dari arah dehaman tadi, Changmin langsung menepuk dadanya. ”Tidak lucu, Seungho!” gerutu Changmin.

Namja yang memiliki julukan Devil itu hanya tersenyum. Dia kemudian mengambil posisi untuk duduk di kursi yang terletak di samping kanan Changmin. ”So? Bagaimana keadaanmu?” tanyanya dengan pelan.

”Kau tidak mau tahu,” jawab Changmin dengan nada bercanda.

”Oh, well, try me,” balas Seungho dengan santai.

”Jika kau menganggap tidak bisa tidur karena tiba-tiba kau menginginkan sesuatu yang aneh yang bahkan tak bisa kau bayangkan dan muntah saat pagi tiba adalah hal yang menyenangkan maka, yeah, aku baik-baik saja,” gerutu Changmin sekali lagi.

Seungho yang mendengar jawaban dari namja yang lebih muda darinya itu hanya terkekeh perlahan. Dia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya yang adalah sebuah puntung rokok. ”Aku tidak tahu kau masih merokok, hyung,” tanya Changmin dengan nada yang serius.

”Aku juga tidak tahu,” jawab Seungho.

Changmin mengangkat kedua alisnya saat mendengar jawaban yang tampak tak masuk akal itu. Namun setelah dia amati baik-baik, akhirnya dia mengerti maksud jawaban dari Seungho. Rokok yang dihisap oleh namja itu tak lebih dari rokok buatan bagi mereka para perokok yang memutuskan untuk berhenti. Tidak ada asap yang keluar, sejenis rokok elektrik. ”Thunder?” tanya Changmin.

Jika pada orang biasa, pertanyaan Changmin terdengar aneh, tapi Seungho tahu apa yang dimaksud oleh namja yang duduk di sampingnya sekarang. ”Bukan,” gumam Seungho sembari menggelengkan kepalanya. ”Dara,” jawabnya dengan tenang.

”Tunggu, aku tidak ta –”

”Ke mana otak jenius zenith-mu itu, Changmin?” kekeh Seungho. Sementara Changmin? Sepertinya karena hamil, hormonnya bekerja sehingga dia sedikit sensitif. Buktinya saja sekarang dia sudah memajukan bibirnya dan terlihat menggemaskan.

’Oh, shit! Tidak heran kalau si Se7en itu suka menyiksanya!’ pikir Seungho di dalam otaknya. ”Hentikan, Changmin-ah.”

”Eh?” tanya Changmin. Dia memiringkan kepalanya dan di mata Seungho, Changmin terlihat seperti seekor anak anjing yang menggemaskan.

Untuk menghindari suasana yang agak aneh di antara mereka, Seungho akhirnya mengacak-acak rambut Changmin. ”Lupakan.” Seungho pun tertawa meninggalkan Changmin dalam kebingungan. Sejenak mereka kembali terdiam dan menikmati angin pagi serta pemandangan yang ada di hadapan mereka sekarang. ”Dara menyuruhku untuk berhenti merokok jika aku ingin berhubungan dengan Thunder.”

”Oh.” Changmin mengangguk tanda akhirnya dia mengerti maksud dari perkataan Seungho tadi. ”Tapi, aku tidak menduga kalau kau mau berhenti, hyung. Setahuku dulu kau mengatakan bahwa kau tidak bisa berpisah dengan rokokmu itu.”

”Ne, aku tidak bisa. Kalau bisa, menurutmu kenapa aku masih menggunakan rokok elektrik ini?” Changmin terdiam membiarkan Seungho untuk melanjutkan pernyataannya. ”Bercanda, aku hanya sesekali menggunakan rokok ini jika perlu waktu untuk menenangkan diri sejenak.”

Setelah memadamkan api pada rokok elektriknya, Seungho meletakkan rokok tersebut di atas meja yang ada di antaranya dengan Changmin. Namja itu memutar kepalanya dan melihat ke arah Changmin yang sedang menatapnya. ”Kau tidak akan tahu apa yang bisa kau lakukan untuk orang yang kau cintai, Changmin.”

”Hyung.”

”Lihat aku contohnya. Dulu sebelum bertemu dengan Thunder, kau ingat julukanku bukan?” Changmin mengangguk. ”Devil, seorang iblis yang tak mempunyai hati, tapi semuanya berubah sampai akhirnya aku mengenal Thunder.” Ekspresi Seungho saat menceritakannya terlihat begitu damai dan tenang, membuat Changmin sedikit iri karena hyung-nya bisa menemukan seseorang yang begitu berharga. Seungho tersenyum kemudian kembali menatap ke arah mentari pagi yang sedang bersinar dengan teriknya. ”Memang aku pernah berkata bahwa rokok yang akan selalu menemaniku bahkan saat semua memusuhiku dan meninggalkanku, tapi kau tahu apa kata Thunder?”

Changmin menggelengkan kepalanya secara refleks meskipun dia tahu Seungho tak dapat melihatnya. ”Kau bodoh,” gumam Seungho membuat Changmin sedikit terkejut. ”Ya, kau bayangkan itu? Thunder mengatakan bahwa diriku bodoh.”

”Memang apa yang dia katakan?”

”Kau tahu kan dia aneh?” Changmin mengangguk. ”Dia terus mengatakan bahwa diriku bodoh, bahwa dirikulah yang tidak mau terbuka. Sebenarnya Changmin, bukan mereka yang meninggalkanku, tetapi diriku yang tak membiarkan mereka masuk.”

Keduanya terdiam, mencoba untuk menyelami arti yang tersembunyi dari satu pernyataan sederhana dari Seungho tadi. ”Aku harap kau mengerti maksudku,” gumam Seungho. Dia mengacak-acak rambut Changmin sesaat sebelum akhirnya meninggalkan namja itu sendiri di dalam pikirannya.

”Oh Changmin,” ujar Seungho sebelum dia benar-benar keluar dari balkon tersebut. Changmin hanya menatapnya tanpa menjawab apa-apa. ”Aku mohon nanti jangan minta yang aneh-aneh terhadapku ya?” Seungho mengedipkan mata membuat kedua pipi Changmin tiba-tiba memerah.

”Hyung!” serunya. Seungho hanya tertawa melihat tingkah laku dongsaengnya dan memutuskan untuk masuk ke dalam.

Setelah ditinggal seorang diri, Changmin kembali menatap ke arah langit. Mulutnya menggumamkan satu kata dengan perlahan. Satu kata yang membuat hidupnya berubah. Satu kata yang diucapkannya dengan rasa rindu. ”Shichi.”

.

.˜™

”Hae?” tanya Eunhyuk dengan hati-hati saat dia membuka kamar master-nya.

Detik berikutnya, Eunhyuk mendapati tubuhnya terlempar ke atas ranjangnya dengan Donghae (yang entah muncul dari mana) sudah berada di atasnya. Ekspresi Donghae terlihat mengerikan. Tampangnya tidak teratur. Rambutnya berantakan. Nafasnya tidak teratur. Dan matanya, belum pernah Eunhyuk melihat tatapan yang begitu tajam dari Donghae.

”Hae? Hae?!” seru Eunhyuk saat Donghae langsung membenamkan kepalanya di selah leher Eunhyuk yang terlihat.

Bagaikan makhluk penghisap darah, Donghae menggigit leher Eunhyuk sehingga meninggalkan tanda kemerahan di atas tanda yang baru saja dia buat tadi pagi. Eunhyuk terisak, meronta meminta untku dilepaskan, tetapi telinga Donghae bagaikan tuli atas suara yang keluar dari Eunhyuk. Kedua tangan Donghae menekan pundak Eunhyuk agar namja itu tak bergerak. Dia meletakkan kakinya di tengah selangkangan Eunhyuk dengan lututnya memberikan friksi pada kejantanan Eunhyuk yang terbalut jeans panjang.

”Kau menikmatinya bukan, huh?” bisik Donghae di telinga Eunhyuk. Lidahnya menjulur keluar dan menjilati daun telinga Eunhyuk yang merupakan salah satu titik sensitif sang doll.

Eunhyuk mengerang dalam nikmat, tapi di satu sisi dia merasa terluka. Apakah Donghae tak menganggapnya lebih dari seorang doll? Apakah semua perlakuan Donghae selama ini hanya ilusi semata? ”Urgh,” erangnya saat Donghae membuka pakaiannya dan mulai menjilati perutnya.

Badannya bergetar, melengkung ke atas untuk meminta friksi lagi dari Donghae. Seluruh tubuhnya begitu sensitif sejak Donghae menyentuh tubuhnya. Dia tahu ini gila, terutama ketika dia baru saja melakukan hubungan intim dengan Donghae, tetapi dia masih menginginkannya. Dia ingin Donghae memasuki dirinya, menyatukan tubuh keduanya. Namun, di sisi lain, dia tidak ingin Donghae melakukan ini sebagai pelampiasan.

Tidak. Tidak seperti ini.

”Ani!” serunya sembari mendorong Donghae. Eunhyuk gemetar, melihat ekspresi master-nya yang tampak mengerikan, seolah bisa menerkamnya saat itu juga. Ketika Donghae mendekati dirinya dengan tatapan yang dapat membunuh, Eunhyuk menampar Donghae.

Ya. Dia bahkan masih tidak bisa percaya bahwa dia baru saja menampar master-nya, menampar namja yang berada di hadapannya saat ini. ”Hae…ani…” Dia hendak mendekati Donghae, tapi ada perasaan takut yang menyelimutinya. Takut apa yang akan dilakukan Donghae terhadap dirinya. Dan ketakutannya terbukti karena detik berikutnya dia mendapati rambutnya dijambak oleh Donghae secara kasar. ”ARGHH!” teriaknya. Dia berharap bahwa Siwon atau Daesung yang berada di luar dapat mendengarnya.

”Teriaklah, bitch, teriaklah agar mereka tahu bagaimana kau menikmati ini semua,” seru Donghae. Seringaian yang terukir di wajahnya tidak pernah tampak semengerikan ini sebelumnya, membuat bulu roma Eunhyuk berdiri.

”Mian…mi..mian…master…Jebbal…jebbal,” pinta Eunhyuk dengan nada memelas saat Donghae kembali menyerang lehernya, menggigitnya hingga cairan merah sedikit keluar. Eunhyuk menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa perih yang menyerang dirinya.

”Master…hah…mian…jebballl.” Tapi, permintaan Eunhyuk bagaikan angin lalu di telinga Donghae. Sang master sibuk membuka celana yang dikenakan Eunhyuk hingga namja manis itu kembali tak mengenakan apapun di bawah sang master. Belum pernah Eunhyuk merasa serendah ini sebelumnya. Tatapan Donghae yang diberikan kepadanya begitu merendahkan dirinya. Tidak seperti ini. Dia tahu terjadi sesuatu dengan Donghae, tapi dia tidak tahu.

Bagaimana dia bisa tahu jika Donghae terus-terusan menyerangnya seperti ini? Dia begitu membenci dirinya yang menikmati lidah Donghae yang mencicipi precum yang keluar dari kejantanannya. Dia membenci dirinya yang mendesah di bawah tubuh Donghae. Dia benci bagaimana tubuhnya bereaksi saat kedua tangan Donghae memainkan nipple-nya dengan kasar.

”Bagaikan pelacur yang siap digunakan, aku rasa kau juga tidak keberatan jika Daesung atau Siwon menyentuhmu, bukan?” ucap Donghae dengan nada datar. Dia masih menjilati kejantanan Eunhyuk membuat namja manis itu hanya bisa mendesah dan meracau tak tentu. Kedua tangan Donghae sendiri sedang meremas kedua pipi pantat Eunhyuk yang tembem.

Ibu jari dari kedua tangannya masuk ke dalam hole Eunhyuk tanpa aba-aba. ”URNGHH,” erang Eunhyuk dalam kesakitan saat ada benda asing yang memasuki tubuhnya. Meski baru saja melakukannya, karena tubuh seorang doll, hole-nya akan kembali menyempit dan setiap hubungan mereka akan seperti pertama kali bagi dirinya. Begitu sakit, terutama ketika tidak ada pelumas. Perih, panas. Tubuhnya bagai terbakar. Desahan nista kembali keluar saat dia bisa merasakan sesuatu yang hangat mencicipi dindingnya yang berdenyut.

Lidah Donghae. Dia tahu  bahwa kali ini adalah lidah Donghae yang menyelinap masuk dan memberikan sensasi yang sedang dia rasakan sekarang. ”Ahh…no…master…” Eunhyuk tahu bahwa apa yang dia ucapkan (apa yang dia pikirkan)  berbeda dengan reaksinya sekarang. Tangannya meremas kedua sisi bantal untuk mempersiapkan diri dengan apa yang akan datang.

”Cih, tubuhmu begitu menikmatinya, tapi kau berteriak seolah tak suka. Dasar masokis!” ejek Donghae yang sedang melepaskan celana yang dia gunakan untuk mengeluarkan kejantanannya. Dia mengocoknya agar sedikit menegang kemudia memosisikan ujung kejantanannya di depan hole Eunhyuk yang sangat mengundang itu. Tanpa aba-aba dia langsung memasuki Eunhyuk mendatangkan teriakan dari Eunhyuk. ”Bitch, shut up!”

Slap.

Dia menampar pipi Eunhyuk agar namja itu tak berteriak. Namja manis itu akhirnya mengiggit kembali bibir bawahnya agar tak ada suara yang keluar. Cengkramannya terhadap bantal semakin keras hingga tangannya sampai memutih. Eunhyuk bisa merasakan sesuatu yang asam di mulutnya dan dia yakin itu adalah darahnya sendiri.

Tangan kanan Donghae kemudian mengecup dagu Eunhyuk dengan kasar dan mencumbu bibir sang doll. Eunhyuk mengerang karena rasa perih saat lidah Donghae dengan kasar menjilati luka di bibirnya. Begitu sakit hingga air matanya perlahan keluar.

Splurt.

Eunhyuk merasa dirinya begitu hina saat dia bisa mencapai orgasme meskipun dengan perlakuan kasar yang dia terima dari Donghae. Sebegitu rendahnyakah dirinya sekarang? Tatapannya begitu kosong, tak tahu lagi harus berbuat apa hingga dia merasakan sesuatu yang basah menetes ke atas pipinya. Dia berpikir itu adalah air matanya, namun saat melihat dengan seksama, tetesan itu berasal dari Donghae yang berada di atasnya.

Master-nya tengah menangis, meneteskan air mata yang jatuh dan membasahi pipinya. Eunhyuk tak mengerti kenapa sosok Donghae yang ada di hadapannya terlihat begitu rapuh. Sesuai instingnya, dia melingkarkan kedua tangannya ke leher Donghae dan menarik namja tampan itu hingga kedua badan mereka saling bersentuhan. Dada Eunhyuk yang polos bersentuhan dengan badan Donghae yang masih menggunakan kaos.

”Hyukkie, hyukkie, hiks,” isak Donghae.

Eunhyuk hanya bisa mengelus punggung sang master dengan perlahan. Air matanya sendiri juga ikut turun perlahan. Dia tak mengerti apa yang terjadi, tetapi dia hanya bisa mencoba untuk menenangkan sang master. Matanya terbuka lebar saat mendengar apa yang dibisikkan oleh sang master kepadanya.

”Jadi kaukah yang dicintai oleh Donghae, anakku?”

.

.˜™

”Minzy!” seru Dara saat melihat yeojya yang paling muda di antara mereka tengah berbincang dengan nada mesra terhadap seorang namja yang tidak dia ketahui. ”Aish, kenapa kau?” serunya lagi.

Dara yang bertugas untuk membuka pintu saat mendapat informasi bahwa Minzy telah kembali dari misinya. Namun, apa yang dia lihat di depan mata sungguh bukan apa yang dia harapakan. Dongsaeng termudanya tengah menggoda seorang namja yang harus Dara akui memang tampan, tapi bukan itu masalahnya. Kesal karena tak digubris, akhirnya Dara menarik tangan Minzy untuk masuk ke dalam dan meninggalkan namja yang merupakan salah satu penjaga tempat itu sendiri di luar.

”Eonnie!” gerutu Minzy yang memajukan bibirnya karena kesal.

Yeojya yang lebih tua di antara mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menghela nafas. Sepertinya ada masalah di antara Minzy dan Daesung lagi. ”Kali ini kenapa dengan Daesung?” tanya Dara dengan nada pasrah. Pasalnya, ini bukan kali pertama kedua pasangan muda ini bertengkar karena hal sepele.

Daesung dan Minzy memang berpacaran sudah hampir 3 tahun. Dara sendiri tak habis pikir bagaimana mereka bisa berhubungan selama itu jika mereka terus-terusan bertengkar karena hal kecil. Bayangkan saja, mereka sempat perang dingin hanya karena Daesung tidak mau meminjamkan uang ke Minzy dan sang yeojya langsung menuduh bahwa Daesung sudah tidak mencintainya lagi dan bahwa uang Daesung sudah digunakan untuk memuaskan yeojya lain. Satu minggu kemudian, keduanya berbaikan karena ternyata Daesung menggunakan uangnya untuk membeli kalung pasangan untuknya dan Minzy sehingga saat itu dia tidak mempunyai uang sama sekali.

’Hah, dasar anak muda zaman sekarang,’ gerutu Dara sembari menggelengkan kepalanya.

”Dia lupa ulang tahunku, eonnie. Bisa bayangkan itu? Minggu lalu saat kami bertemu di hari ulang tahunku, dia lupa! Sudah kuduga dia tak mencintaiku lagi,” gerutu Minzy.

Kembali helaan nafas yang terdengar dari yeojya yang memiliki baby face itu. ”Minzy, Daesung bukannya lupa, mungkin hanya terselip di otaknya –”

”Tuh kan benar! Bagaimana mungkin dia lupa, eonnie? Aku saja ingat kapan ulang tahunnya! Bahkan aku sudah jauh-jauh hari menyiapkan hadiah ulang tahun untuknya, sedangkan dia? Ucapan ’selamat ulang tahun’ saja tidak terdengar dari mulutnya.”

”Dan kau memutuskan untuk menggoda satpam kita karena hal ini? Kasihan satpam itu saat Daesung tahu kau menggodanya tadi,” goda Dara kepada dongsaengnya.

Minzy kembali cemberut atas perlakuan eonnie-nya. ”Aish, eonnie, kau sama sekali tidak membantuku!” Dia menggaruk-garuk rambutnya karena kesal. Sementara Dara hanya tertawa dengan riang. Tahu bahwa tak ada gunanya menggerutu, Minzy kembali memasang wajah yang serius. ”Jadi, apakah Kibum-oppa sudah memberitahukan apa maksud perkataannya waktu itu?”

Langkah Dara terhenti. Yeojya itu terlihat mengambil nafas sebelum akhirnya berujar pelan, ”Entahlah, tetapi tampaknya ini ada hubungannya dengan pohon sakura yang terletak di makam Yonghwa.”

”Pohon sakura yang tak pernah tumbuh itu?” tanya Minzy untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar.

Dara mengangguk. ”Ya, sekaligus pohon sakura yang tak pernah gugur daunnya,” jawab Dara dengan penuh arti.

”Mungkinkah?” Kedua mata Minzy membesar karena kaget dengan informasi yang baru saja dia dengar. Hendak bertanya, namun percakapan keduanya terhenti saat sebuah suara menginterupsi mereka.

”Minzy, Dara-noona, Kibum sudah mencari kalian. Kurasa lebih baik kalian segera kembali.” Kedua yeojya tersebut menatap sang pemilik suara yang tak lain dan tak bukan adalah Taeyang yang tengah tersenyum dengan senyuman khasnya.

Dara menghela nafas sebelum mengangguk dan mengikuti Taeyang. Minzy akhirnya menyusul keduanya. ”Hei, jangan tinggalkan aku!” serunya sembari menghampiri oppa dan eonnie-nya.

”Bagaimana keadaan U-know sekarang?” tanya Dara dalam perjalanan mereka.

Taeyang terdiam, namun bisa terlihat bahwa dia tengah berpikir. ”Buruk, rapuh. Seperti salju yang siap mencair kapan saja.”

”Bukan kaca, eh?” tanya Dara dengan nada bercanda.

”Dia tidak rapuh seperti kaca,” gumam Taeyang. ”Setidaknya bukan sekarang.”  Mendadak Taeyang terhenti membuat kedua yeojya yang mengikutinya juga menghentikan langkah mereka. ”Noona, aku tahu ini pertanyaan lancang, tapi bolehkah aku bertanya?” Ekspresi Taeyang terlihat ragu, namun di balik pancaran matanya terlihat bahwa namja ini begitu serius. Dara mengangguk. Taeyang mencoba menghindari tatapan mata Dara saat mencari kata yang tepat, hingga akhirnya dia memberanikan dirinya. ”Jika rahim Changmin adalah milik noona, rahim siapa yang berada di dalam tubuh Kibum, Jaejoong, dan Eunhyuk?”

Untuk pertanyaan ini, Dara menyeringai, sebuah bukti bahwa dia menikmati pertanyaan yang dilontarkan Taeyang kepadanya. Taeyang dan Minzy menatap satu sama lain, tanda bahwa mereka sebenarnya tak mengerti, tetapi memutuskan untuk diam. ”Jaejoong mempunyai rahim entah dari siapa karena saat itu dia diculik oleh pihak Rusia, kau lupa?” Taeyang menggelengkan kepalanya tanda bahwa dia ingat karena saat itulah juga pertama kalinya dia melihat U-know menunduk memohon bantuan mereka. ”Jadi, aku tidak tahu mengenai rahim Jaejoong. Eunhyuk juga, kalau boleh jujur, aku bahkan tidak menduga kalau proyek Savior bisa tidak berakibat fatal pada tubuhnya. Sedangkan Kibum,” ujar Dara yang sengaja menggantungkan kalimatnya.

”Mungkin saat kita bertemu dengan Yonghwa nanti, kita bisa mendapatkan semua jawabannya.”

Satu pernyataan yang dikeluarkan Dara masih terasa buram di dalam pikiran kedua dongsaeng, tetapi entah kenapa mereka bisa menarik apa yang diimplikasikan oleh Dara. Yaitu bahwa Neve sendiri juga tak lebih dari boneka percobaan seorang Jung Yonghwa.

.

.˜™

Slurp. Slurp.

Suara lidah yang menjilat sesuatu terdengar dari seorang Lee Sungmin yang tengah memuaskan nafsu master-nya. Tak peduli bagaimana orang memandanya seperti apa saat ini karena ini sudah menjadi tugasnya, memuaskan master-nya. ”Oh yes, kau semakin jago, eh?!” seru Soo Man saat lidah Sungmin dengan lihai menjilati kejantanannya. Sungmin terlihat menikmati kegiatannya meskipun di dalam hatinya, dia sedang menangis dan menjerit untuk meminta tolong.

Pintu ruangan itu terbuka dan Sungmin tersentak kaget. Dia berdiri dan melepas kontak antara mulutnya dengan kejantanan Soo Man, namun dia kembali tersedak saat Soo Man dengan kasar mendorong kepalanya untuk melakukan tugasnya lagi. ”Ah, my favorite hunter,” seru Soo Man saat melihat siapa yang masuk.

Di hadapannya tampak seorang namja tampan yang memakai kemeja putih berlengan panjang dan celana jeans. Kedua kancing kemeja yang paling atas tidak terpasang memperlihatkan sedikit dada bidangnya yang menggiurkan. Rambutnya panjang sebahu dan berwarna cokelat kehitamanan, kontras dengan warna kulitnya yang putih.

Tatapannya kosong, namun ada seringaian yang terukir di wajahnya. ”Kali ini siapa yang harus kubunuh, huh?”

”Jangan terburu-buru seperti itu, semua ada waktunya.” Soo Man kemudian menghentikan gerakan Sungmin dengan menjambak sedikit rambut pirang namja itu. Sungmin hanya bisa merintih kesakitan, namun tak berani untuk mengeluarkan suara sehingga dia hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Soo Man kemudian berdiri dan menghampiri namja tampan yang ada di hadapannya. ”Aku masih ingin bukti sebagai tanda kesetiaanmu,” gumam Soo Man dengan sebuah seringaian.

Namja tadi menghilangkan seringaiannya dan ekspresinya kembali serius. ”Apa maksudmu?” tanyanya dengan geram. ”Aku pikir semuanya sudah jelas?!”

”Well, kau tahu bahwa seorang raja harus memastikan bahwa pengawalnya benar-benar memihaknya dan tak ada maksud untuk berkhianat,” ujar Soo Man yang berjalan pelan menghampiri namja itu. ”Maka dari itu, aku memerintahkanmu, Lee Minho, untuk membunuh Sandara Park atau harus kupanggil dengan sebutan nyonya Lee?”

Gelak tawa Soo Man terdengar memenuhi ruangan. Dia menepuk pundak namja bernama Minho itu (berbeda dengan Minho yang satu lagi, tentu saja) saat dia melewati sang namja. ”Aku harap kau tak mengecewakanku.” Mungkin Soo Man tidak sadar, atau dia hanya berpura-pura tidak tahu saat kedua tangan Minho mengepal hingga memutih atau mungkin Minho adalah aktor yang hebat karena bisa menyembunyikan perasaannya dengan menyeringai terhadap permintaan Soo Man.

”Ah, kau boleh menggunakannya (Soo Man menunjuk Sungmin) untuk melampiaskan nafsumu, aku tahu kau memerlukannya, apalagi kita sama-sama namja,” ujar Soo Man sebelum meninggalkan ruangan itu untuk Minho dan Sungmin.

Sungmin yang sadar bahwa di ruangan ini hanya tinggal dirinya dan namja yang tidak dia kenali hanya bisa terdiam. Mendengar pembicaraan namja tadi dengan master-nya, dia bisa mengambil kesimpulan bahwa namja ini cukup berbahaya. Maka, masuk akal jika dia merasa ketakutan saat namja itu berjalan mendekatinya. Tubuhnya bergetar hebat dan menunggu apa yang akan menghampirinya. Saat ini dia begitu rapuh, sungguh tak bisa dipercaya bahwa dia yang baru saja berhadapan dengan Kibum. Tubuhnya yang polos juga tak membantu. Dia merasa kedinginan dan ketakutan.

Matanya terpejam saat tangan namja itu mendekatinya. Dia berpikir akan mendapat perlakuan kasar, namun yang dia rasakan adalah sebuah kehangatan. Perlahan kedua matanya terbuka dan melihat namja itu tengah tersenyum lembut ke arahnya. Tangan namja itu sendiri sedang berada di kepalanya, mengelusnya dengan lembut seperti seorang ayah kepada anaknya. ”Ssh, tenang, aku tidak akan melakukan apa-apa terhadap dirimu, tenang saja, ne?” ucapnya dengan nada yang lembut membuat Sungmin merasa nyaman. Dia merasa dapat percaya pada namja ini.

Tangisannya keluar saat namja itu memeluknya. Dia bersandar pada dada bidang sang namja dan melingkarkan tangannya pada pinggang tegap sang namja. Semua kesedihannya dia keluarkan saat itu juga.

Minho menatap dengan sendu atas badan rapuh yang berada di dalam dekapannya, namun kemudian tatapan sendu digantikan dengan sebuah tatapan penuh dendam. Dendam kepada siapa, tidak ada yang tahu, tetapi tampaknya tekad Minho sudah bulat.

˜™

Siwon memutuskan bahwa lebih baik dia mencari keterangan mengenai keberadaan Yonghwa dan identitas Yonghwa daripada memikirkan hal yang lain. Tangannya dengan lincah menekan tombol-tombol keyboard yang ada di hadapannya. Sepertinya untuk kali ini, dia harus mencari data dengan manual karena komputernya entah kenapa tidak bisa memproses pencarian nama Yonghwa.

”Sudah menemukannya?” tanya Daesung yang juga mencari dari laptopnya. Namja bermata sipit itu duduk di seberang Siwon yang masih terlihat sibuk.

Siwon mengggelengkan kepalanya. Tetapi detik berikutnya, gerakannya terhenti. Kedua pupil matanya membesar. Ekspresinya terlihat terkejut dan tak percaya. Daesung yang menyadari hal itu segera menghampiri Siwon dan melihat ke layar laptop namja itu. Matanya juga membesar (sedikit lebih besar dari sebelumnya) karena terkejut dengan apa yang dia lihat.

.

.˜™

Pada saat yang sama, Dara, Minzy, dan Taeyang yang sudah memasuki ruangan utama cukup kaget melihat suasana begitu serius dan tegang. Taeyanglah yang pertama kali mempunyai inisiatif untuk bertanya kepada Seungri. ”Wae?”

Seungri menatap Taeyang dengan bingung. Terlihat bahwa sang magnae sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi. ”YB,” panggil Dara kepada Taeyang sembari mengangkat dagunya ke depan layar yang ada di hadapan mereka.

Ketiga manusia yang baru saja masuk juga terkejut dengan apa yang mereka lihat. Dara melirik ke arah Kibum yang berdiri tenang seolah dia sudah tahu mengenai kenyataan ini, tetapi melihat tubuh sang namja yang bergetar, dia tahu bahwa dugaannya salah. Kibum juga sama bingung dengan dirinya.

Apa yang dilihat oleh Siwon dan Kibum adalah hal yang sama.

Layar mereka menampilkan foto Yonghwa dengan keterangan di samping kanan foto tersebut.

Nama: Jung Yonghwa

Tanggal Lahir: 22 Juni 2047

Status: deceased

Occupation: Alchemist

Class: Scion

”Yonghwa adalah scion?” gumam Dara dengan nada tak percaya.

˜™

”Sepertinya mereka sudah berhasil menemukan identitasku, Seohyun, tampaknya aku tak bisa bersembunyi lagi. Tunggulah aku, tunggulah aku, Seohyun.”

.˜™

To be continued…

˜™.

A/N:

Demi apapun saya minta maaf karena chapter ini lama dan pendek. Terlalu banyak urusan membuat saya sampai susah mencari waktu. Begitu plot ada, keinginan untuk menulis mendadak hilang, saya rasa ada beberapa yang pernah merasakannya.

Benar-benar saya mengucapkan terima kasih yang masih menanti cerita saya. Saya masih sedih dengan kenyataan kalau ff saya didelete dari FFN, tapi ya sudahlah, mungkin itu tandanya saya harus mulai merawat wp saya sendiri.

Mian kalau Yunjae tidak keluar untuk chapter ini begitu pula dengan Hanchul karena saya mau memfokuskan pada hubungan Yonghwa dengan beberapa karakter yang ada.

Dan saya mau minta satu hal. TOLONG, saya mohon dengan sangat, TOLONG jangan meminta saya untuk memasukkan cast yang saya sendiri tidak tahu, please, bukannya tidak mau, tapi nanti akan jadi OOC, dan saya tidak suka dengan hal itu. terima kasih sebelumnya. Mian kalau permintaan saya rasanya aneh, tapi ini demi kelancaran cerita juga. Gomawo.

.

Review Corner:

Sebelumnya saya minta maaf, karena FFN mendelete ff saya sebelum saya sempat menyimpan review kalian jadi saya tidak bisa membalas review kalian semua T_T tapi semua udah saya baca kok, termasuk yang menghina saya dengan mengatakan saya menjadikan para cast sebagai pelacur ==” Bahkan dia mengatakan bahwa itu adalah hak saya jika ingin membuat cerita seperti apa, tetapi dia sendiri menghina saya. Jadi bingung, saya yang aneh atau dia yang ababil atau? Bingung jadinya ==”

Sudah abaikan, intinya saya mau mengucapkan sama semua yang masih setia mendukung saya :’)

Thanks to:

rizky rossa meliany | dyah_purnama| Yunjae, Se7min | kimchi|lerelere|Shofi Cassiopeia| naminra|Yunimoni|Yustin | Shinji|2minizm|Hikari|tere magell| Chima|RetnoMyaniezasia| Yunjae shipper| Fujoshipper|Myu~| Sparkyu20|han jangmi|puzzpitjewelforever|Reader’s Yeongwonhi|AmandaChoiMinHaeBaoBei|Nara-chan|nayhangeng

.

.

Dan ternyat semua masi tak percaya kalau Kyuhyun itu anakny Donghae XD saya juga kaget pas ngetik #jduar

Ya, semoga chapter ini bisa memuaskan hasrat chingudeul :’)

Dan setelah pertimbangan, saya memutuskan untuk tidak menggunakan password, TAPI tolong jangan melakukan hal2 yang bisa membuat saya sedih. Jika tidak suka, simply leave it, okay? Dan yang udah dikasih password, disimpan ya 😀 siapa tahu saya kesambet terus pakein password lagi *wink* #jduar

Pokokny ada beberapa hal yg membuat saya memutuskan hal ini, jadi ya saya harap keputusan saya bisa membuat para chingudeul merasa senang dan nyaman 😀

Akhir kata, enjoy reading ^^

Last, mind to review? 😉

_Verzeihen